“Ini
semua tuh karena asap obat nyamuk dan rokok!”
Kalimat
itu terlontar sebagai ungkapan kekesalan karena saat usia 6 bulan Nane terkena
ISPA. Dokter mendeteksi adanya flek di paru-paru. Ini menjadi masalah serius
dan juga kesedihan saat melihat mereka sakit untuk yang pertama kalinya.
Sebenarnya
ini bukan pertama kali Nane alami demam. Saat menginjak bulan kedua, Nane telah
diimunisasi. Sudah hal yang lumrah jika selepas imunisasi kondisi anak menjadi
kurang fit. Badannya akan terasa sakit dan demam. Nane memang tidak terlalu
rewel, tapi tetap saja mereka butuh perhatian yang ekstra untuk menghadapi
kondisi seperti ini.
Jadwal
pemberian imunisasi pun harus diatur untuk mengantisipasi permasalahan ini. Dokter
memberi saran untuk membuat jadwal imunisasi yang berselang satu pekan. Saya
yang belum mengerti apa-apa coba ikuti petunjuk dokter.
Caranya
cukup efektif, saya tidak terlalu repot ketika menangani satu bayi yang sakit.
Saya masih bisa membagi waktu dan perhatian dengan maksimal untuk keduanya.
Walau durasi menghadapi anak sakit menjadi lebih panjang, tapi setidaknya
keadaan Nane dapat menjadi lebih baik.
Lain
halnya dengan masalah ini. Nane harus menderita sakit ISPA dalam waktu yang bersamaan.
Panik luar biasa dirasakan karena mereka berdua mendapat gejala demam yang
tinggi dan batuk yang sering dalam waktu yang sama. Tangisan dan rengekan
mereka membuat bingung. Apa yang harus dilakukan?
Gejala
awal yang nampak adalah saat badan Ana sedikit hangat. Malam harinya gelisah
dan demam semakin tinggi. Ditambah batuk mulai muncul. Obat dari dokter sisa
imunisasi pun segera diminumkan. Pikir saya semoga obatnya dapat redakan demam
seperti biasanya. Walau sedikit reda, tapi masih nampak gelisah dan sedikit
rewel. Ana jadi ingin selalu digendong.
Akhirnya,
kami harus begadang untuk bergantian menggendong Ana. Beruntung saat itu Ane
masih dalam keadaan baik-baik saja. Walau sedikit terganggu karena suara
tangisan Ana, tapi dia masih bisa tidur seperti biasanya.
Menjelang
subuh Ana mulai sedikit tenang dan mulai tertidur nyenyak. Ketika bangun esok
paginya, suhu tubuh Ana masih hangat dan batuknya semakin sering. Ana juga minum
susunya berkurang, menolak makan, bahkan ngemil kue kesukaan pun tidak mau.
Badannya
lemas, matanya sayu, tapi masih tetap sedikit tenang. Ana masih mau bermain
dengan Ane dan menunjukan ceria walau tidak seperti biasanya. Saat itu mereka
sudah bisa duduk dan mulai merangkak. Jadi mereka sudah dapat bermain bersama.
Menjelang
malam hari Ana panas kembali, dan yang membuat keadaan menjadi lebih panik
adalah saat Ane juga mendadak demam tinggi. Batuknya lebih sering muncul juga
disertai dengan muntah. Itu terjadi berkali-kali hingga badannya sangat lemas.
Keadaan ini memang menyebabkan Ane lebih sering nangis dan gelisah, sehingga
keadaan semakin membingungkan.
Setelah
malam terlewati dengan susah payah, akhirnya keesokan hari kami membawa mereka
ke dokter anak. Saat itu pukul 6 pagi, tapi antrean sudah mengular. Wajarlah,
beliau merupakan dokter anak yang cukup terkenal di kota kecil ini.
Giliran
masuk tiba. Kami ceritakan tentang gejala yang dialami keduanya. Setelah dokter
memeriksa, beliau bertanya apakah di rumah orang yang merokok atau mungkin suka
membakar sesuatu seperti obat nyamuk atau sampah?
Kami
terdiam mencoba mengingat. Saya pun spontan menjawab “iya”, memang ada yang
merokok dan sering membakar obat nyamuk. Merokoknya sih tidak di lakukan dalam
ruangan, tapi bisa saja asapnya masuk ke ruangan.
Sedangkan
asap obat nyamuk, saya ingat kebiasaan di rumah emak yang sering melakukannya
saat menjelang malam hari. Nyamuk yang banyak memang membuat cara ini sering
dilakukan untuk mengusirnya. Ini juga dilakukan di ruangan lain, bahkan cukup
jauh dengan kamar anak-anak. Tapi kenyataannya sama, udara tidak sehat juga
terisap oleh bayi yang masih rentan kondisi kesehatannya.
Walau
sudah pulang ke rumah sendiri, ada kalanya kami sering tidur di rumah emak. Ini
terjadi ketika saya harus ditinggal sendiri. Keluarga belum mengizinkan untuk
mengurus Nane sendiri, karena khawatir kelelahan atau ada hal yang tidak
diinginkan.
Sebenarnya
akibat kedua kebiasaan ini sudah saya ketahui. Tapi tidak berani mengutarakan
karena sungkan. Akhirnya diam dan abai dengan kebiasaan buruk itu. Sekarang, saya
sangat menyesal tidak dapat mencegah semua itu sehingga berakibat tidak baik
untuk kesehatan Nane.
Dokter
memutuskan untuk memberi perawatan intensif selama 6 bulan. Pemberian obat tidak
boleh terputus sama sekali agar dapat sembuh total lebih cepat. Kami pun sangat
kaget dan sangat menyesali semua.
Kami
pulang dengan membawa obat yang cukup banyak untuk Nane. Harapan kami tentu
mereka akan segera sembuh. Obat pun diberikan sesuai dengan petunjuk dokter.
Rasanya tidak tega memaksa mereka minum obat. Tangisan penolakan pasti terjadi,
tapi ini demi kesembuhan mereka juga.
Kondisi
Ana semakin membaik. Lain halnya dengan Ane. Demamnya semakin tinggi bahkan
disertai dengan kejang. Wajahnya pucat dan warna bibirnya semakin gelap. Panik.
Kami
segera ke rumah sakit, dan benar saja keputusannya Ane harus masuk ruang
perawatan. Kondisinya sangat rentan jika tidak ditangani dengan serius. Demam
tinggi disertai kejang tidak dapat dianggap enteng!
Lagi-lagi
Ane yang harus masuk rumah sakit. Sungguh tidak tega melihat tangan yang mungil
itu ditembus jarum infus. Saya mencoba kuatkan diri, karena harus merawat dia
dengan sebaik mungkin.
Pikiran
terbagi dua. Ana juga sedang butuh perwatan, jadi dia dirawat oleh emak di
rumah. Sedangkan Ane di rumah sakit tergolek lemah. Namun bersyukur dapat
ditangani dengan segera, sehingga kondisinya beragsur membaik. Butuh waktu 5
hari untuk stabilkan keadaannya.
Saat
dokter izinkan pulang, tentu ini menjadi kabar yang sangat membahagiakan.
Kondisi Ana di rumah pun sudah membaik. Akhirnya mereka kembali sehat dan dapat
bermain bersama dengan ceria.
Perawatan
intensif selama 6 bulan berturut-turut pun dilakukan. Kami sangat berharap
upaya ini dapat menghilangkan flek di paru-paru Nane. Alhamdulillah berhasil.
Mereka dinyatakan sembuh oleh dokter.
Kejadian
ini memang menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga. Saya semakin menjaga
mereka dengan lebih wasapada. Mulai berani bicara jika ada hal yang dapat
membahayakan kesehatan atau keselamatan Nane.
Iya,
saya selalu merasa sungkan untuk mengeluarkan pendapat walau itu adalah hal
benar. Khawatir menyinggung dan menimbulkan masalah. Tapi setelah saya pikir
kembali, jika semua disampaikan dengan alasan yang benar dan juga tujuan yang
baik, kenapa tidak?
Anggota
keluarga lain mulai kooperatif untuk mendukung upaya ini. Mereka juga mulai
memperhatikan hal-hal yang selama ini dianggap biasa tapi ternyata berbahaya.
Kami bersama-sama mencari solusi untuk memecahkan masalah tanpa menimbulkan akibat
yang lebih buruk. Semua dilakukan sebagai upaya memberi yang terbaik untuk
kesehatan dan tumbuh kembang Nane.
Kejadian
sakit Nane ini merupakan teguran dari Allah. Saya dan keluarga lainnya harus
dapat memperbaiki kesalahan dan mulai peduli pada kesehatan. Bersyukur Allah
masih beri kesempatan untuk perbaiki semua lebih awal, sehingga dapat menjadi
bekal untuk dapat membesarkan dan merawat Nane lebih baik lagi di kemudian
hari.
Obat nyamuk dan rokok sangat bahaya bila didekatkan pada anak. Hal seperti itu harus dijaga kalo bisa jangan dipakailah. π
BalasHapusBetul bangeet...
Hapus