Ketahanan Pangan Unik dari Desa Cireundeu Cimahi

Selasa, 24 September 2024

Desa adat kerap menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara. Keindahan alam serta kultur budaya adalah dua hal yang menjadi daya tarik untuk dipelajari. Begitu pula dengan Desa Cireundeu yang berada di daerah Cimahi, Jawa Barat.


Ketahanan Pangan Unik dari Desa Cireundeu Cimahi
Desa Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat

Sejarah dan Keadaan Desa Cireundeu

Sejak abad ke-16, Desa Cireundeu sudah berdiri. Tepatnya di daerah perbukitan sebelah selatan Kota Cimahi. Nama Cireundeu diambil dari dua kata yang familiar dalam bahasa Sunda, ‘ci’ (air) dan ‘reundeu’ (nama tanaman). Pada zaman dulu, tanaman reundeu ini tumbuh subur dan sering dijadikan sebagai obat herbal oleh warga desa. Namun, Pak Jajat, salah satu tokoh di sana menyampaikan jika Cireundeu diambil dari sebuah filosofi ‘sareundeuk saigel, sabobot sapihanean, sabata sarimbangan’, artinya para warga desa harus memiliki jiwa kebersamaan, gotong royong atau saling menolong.


Atas dasar filosofi ini, masyarakat Cireundeu memiliki rasa persaudaraan yang erat. Mereka bahu membahu membangun desa dan melestarikan budaya sebagai peninggalan para leluhur. Walau memegang teguh adat istiadat, masyarakat Cireundeu tidak menolak terhadap perkembangan zaman. Mereka dapat beradaptasi dan hidup berdampingan dengan masyarakat umum di Kota Cimahi.


Hal ini sesuai dengan prinsip hidup para warga adat, "Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman", yang berarti mereka tetap menjaga tradisi dan keyakinan leluhur, tetapi tidak menutup diri terhadap perkembangan zaman. Salah satu tandanya adalah dengan adanya teknologi modern yang mulai masuk seperti listrik dan barang elektronik lainnya sejak tahun 1980.


Ketahanan Pangan Unik dari Desa Cireundeu Cimahi
Bangunan di Pusat Edukasi Desa Cireundeu, Cimahi

Dengan luas wilayah sekitar 64 hektar, sesepuh desa membagi wilayah menjadi beberapa bagian. Ada wilayah pemukiman yang hingga saat ini dihuni oleh sekitar 60 orang Kepala Keluarga (KK). Lalu ada tiga wilayah hutan yang memiliki fungsi berbeda.

  1. Leuweung Larangan, yang tidak boleh ditebang karena menjadi sumber cadangan air (gentong cai).
  2. Leuweung Tutupan, bagian lahan yang dapat dimanfaatkan oleh para warga dengan syarat harus ditanami kembali dengan pohon baru.
  3. Leuweung Baladahan, hutan yang difungsikan sebagai lahan pertanian, tempat masyarakat menanam berbagai tanaman seperti jagung, kacang tanah, dan tentu saja singkong.


Warga desa sangat bergantung kepada alam. Tak salah jika mereka begitu menghormati lingkungan sekitar yang dikaitkan dengan budaya sebagai pagar untuk melindunginya. Mereka memiliki kebiasaan melepas alas kaki saat masuk ke dalam hutan. Kebiasaan ini memiliki nilai filosofis untuk tidak mengambil jarak dengan ibu pertiwi. Bagi mereka, bumi diartikan sebagai ibu yang senantiasa memberi kasih sayang berupa kesuburan dan sumber kehidupan lainnya.


Keunikan Budaya di Desa Cireundeu

Pada umumnya, masyarakat Desa Cireundeu menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Mereka menyanjung Sang Pencipta dalam berbagai rangkaian upacara adat sebagai bentuk syukur atas segala anugerah yang telah diterima. Menurut Pak Jajat, salah satu tokoh Desa Cireundeu, ada beberapa upacara adat yang dilakukan rutin dan berkala (insidentil).


Ketahanan Pangan Unik dari Desa Cireundeu Cimahi
Angklung Buncis dan perkusi salah satu seni budaya Desa Cireundeu

  1. Upacara Tutup Taun Saka Sunda sekaligus panen raya. Upacara ini dilakukan setiap bulan Suro sebagai rasa syukur atas hasil alam yang diperoleh. Masyarakat di sana memang menggantungkan kebutuhan pangannya pada hasil bumi berupa pucuk (daun), kembang (bunga), buah, beuti (umbi).
  2. Upacara pembersihan barang pusaka leluhur. Salah satu peninggalan leluhur yang ada di Desa Cireundeu adalah gamelan yang usianya sekitar 500 tahun. Alat musik yang terbuat dari perunggu ini menjadi salah satu warisan benda yang dijaga dengan baik oleh para warga desa.
  3. Upacara kelahiran dan kematian. Dalam kesehariannya, masyarakat juga sering mengadakan perayaan sederhana jika ada warganya yang menikah. Begitu pun jika ada kematian. Mereka mengadakan ritual doa untuk jenazah sebagai penghormatan terakhir.
  4. Seni angklung buncis. Angklung ini memiliki ukuran lebih besar dari angklung biasa dan menggunakan nada pentatonis. Angkung ini dibuat dari bambu hitam dengan kualitas terbaik. Sebelum digunakan, bambu ini harus dikeringkan secara khusus yaitu diangin-angin saja. Bagian atas angklung menggunakan aksesoris ijuk.


Dalam kesehariannya, warga Cireundeu memiliki empat warna dasar kehidupan, yaitu:

  1. Merah melambangkan api dan amarah
  2. Hitam melambangkan tanah
  3. Putih melambangkan air
  4. Kuning melambangkan angin


Warisan budaya leluhur ini menjadi jati diri masyarakat Desa Cireundeu. Banyak peneliti budaya, pelajar dan masyarakat umum datang mengunjungi untuk menyaksikan salah satu keragaman budaya lokal yang ada di Jawa Barat.


Awal Mula Makan Singkong

Salah satu budaya unik lainnya dari Desa Cireundeu adalah mengonsumsi singkong. Sejak tahun 1918, masyarakat di sana sudah tidak memakan beras nasi. Mereka mencari alternatif lain dengan dengan umbi-umbian seperti talas, ubi, dan singkong. Krisis pangan pernah terjadi di daerah Jawa Barat pada masa penjajahan.


Ketahanan Pangan Unik dari Desa Cireundeu Cimahi
Hutan Baladahan yang ditanami singkong di Desa Cireundeu

Namun sejak 1924, Ibu Omah Asnamah mulai mempelopori makan beras singkong. Beliau menemukan cara mengubah singkong menjadi bahan pokok makanan melalui pengolahan dengan alat sederhana. Sejak itulah budaya makan RASI (beras singkong) atau biasa disebut ‘sangueun’ diterapkan oleh seluruh penduduk desa. Atas jasanya, Ibu Omah pernah mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Pangan dari Pemerintah Kota Cimahi pada tahun 1964.


Awal mula Ibu Omah memanfaatkan singkong sebagai sumber makanan pokok adalah melihat potensi alam di sekitar Desa Cireundeu. Secara topografi, area desa merupakan daerah berbukit dengan Tingkat kecuraman yang cukup tajam. Jenis tanahnya termasuk golongan latosol dan podsolik. Jenis tanah yang cukup kering dan merah ini cocok untuk jenis tanaman seperti singkong, ubi jalar, jagung, dan kacang tanah.


Menurut pengamatan dan uji coba yang dilakukan oleh Ibu Omah, tanaman singkong memiliki peluang besar untuk dijadikan tanaman pokok. Maka dari itu, masyarakat di sana memanfaatkan lahan sekitar dengan menanam singkong agar kebutuhan pangannya dapat dipenuhi secara mandiri.


Masyarakat Cireunde memanfaatkan area Hutan Baladahan sebagai kebun singkong. Sistem menanam pohonnya menggunakan strategi khusus agar masa panennya dapat diatur. Hal ini dimaksudkan agar tidak akan ada masa kekurangan beras singkong untuk dikonsumsi.


Inovasi Pangan dari Singkong

Pada tahun 1924, Ibu Omah menggunakan alat sederhana untuk memproses beras singkong. Berikut adalah tahapan untuk menghasilkan beras singkong yang siap untuk disantap.


Ketahanan Pangan Unik dari Desa Cireundeu Cimahi
Aneka kuliner bahan dasar singkong dari Desa Cireundeu

  1. Pengupasan. Singkong dikupas dari kulit luar dan dalam. Kulit luar dimanfaatkan untuk kompos sedangkan kulit dalam akan dijadikan bahan pembuatan dendeng singkong atau olahan lainnya.
  2. Pencucian. Singkong dicuci bersih kemudian ditiriskan
  3. Penggilingan. Singkong diparut secara manual atau digiling menggunakan alat giling sederhana
  4. Pemerasan. Air sisa ampas tetap dimanfaatkan dengan cara dikeringkan dan menjadi tepung kanji.
  5. Penjemuran.Menjemur ampas di bawah sinar matahari hingga benar-benar kering
  6. Penumbukan. Proses penumbukan untuk memisahkan ampas yang menggumpal dan menjadi lebih lembut. Bentuknya nanti menjadi bulir-bulir yang lebih kecil.
  7. Proses memasak. Cara menanak beras singkong ini cukup dikukus selama beberapa menit saja. Namun, sebelum dikukus, beras diberi sedikit air, diaduk kemudian dikukus.


Walau makan nasi singkong, penduduk desa diperbolehkan makan lauk pauk lain seperti halnya kita makan nasi biasa. Mereka bisa makan tahu, tempe, dan masakan lain sebagai pelengkap nasi singkong sebagai makanan sehari-hari.


Seiring berjalannya waktu, masyarakat Cireundeu mulai melakukan banyak inovasi dari bahan singkong ini. Mereka mulai mengembangkan ragam kuliner dengan menjadikan singkong sebagai bahan utama pembuatannya. Misalnya egg roll, simping, sistik, aneka ragam keripik, dendeng, hingga mie. Saya sudah mencoba egg roll dan simping. Rasanya unik dan enak. Apalagi nasi singkongnya, sedikit saja sudah terasa kenyang.


Apakah ada yang penasaran dengan olahan singkong di Desa Cireundeu? Silakan kunjungi Desa Cireundeu, Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat. Jika Anda datang di hari Minggu, akan disajikan berbagai masakan dari singkong untuk dibeli dan dicoba.

 

 


Be First to Post Comment !
Posting Komentar

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9