Peran ibu itu sepanjang masa. Tidak ada istilah berhenti menjalankan kewajiban walau anak-anak sudah besar, bahkan saat mereka memasuki masa berumah tangga. Benar, kan, Bu?
Tugas mendampingi anak-anak tetap akan menjadi prioritas. Namun, pendekatan dan caranya harus dapat disesuaikan dengan perkembangan usia mereka. Waktu anak-anak masih kecil, ibu lebih banyak melayani secara langsung. Seiring berjalannya waktu, ibu akan mulai mengajarkan kemandirian. Hingga pada akhirnya, mereka akan tumbuh besar dengan pribadi yang penuh tanggung jawab.
Ibu merupakan sosok yang paling dekat dengan anak-anak. Maka sudah seharusnya ibu mendengarkan, memberi ruang untuk anak mengeksplorasi dirinya, dan tetap siap memberi saran saat diperlukan.
Tantangan dalam Parenting Anak Dewasa
Bertambah usia anak, maka strategi orang tua dalam mendampingi mereka pun harus disesuaikan. Apalagi ketika anak sudah beranjak dewasa. Mereka sudah memiliki pemahaman dan keinginan yang lebih luas serta beragam. Konflik kerap terjadi saat orang tua tidak dapat mengidentifikasi tantangan yang akan dihadapi saat anak beranjak dewasa.
1. Melepas keterikatan emosional
Mendampingi mereka setiap saat, mulai dari dalam perut hingga dewasa tentu membuat ikatan emosi ibu dan anak sangatlah kuat. Namun, penting bagi ibu untuk memahami bahwa anak-anak juga butuh belajar menghadapi hidup dengan cara mereka sendiri. Anak yang terlalu dikekang justru akan menunjukkan ketidakmandirian hingga dewasa. Jika ini dibiarkan, tentu akan memberi dampak tidak baik karena mereka tidak akan memiliki rasa tanggung jawab sehingga akan terus bergantung kepada orang tua.
2. Komunikasi yang dewasa
Cara berkomunikasi dengan anak dewasa tentunya berbeda dengan saat mereka masih kecil. Dulu ibu sering memberi larangan, perintah, dan mengontrol semua kegiatan anak. Saat mereka dewasa, cara itu sudah tidak relevan lagi. Mereka akan lebih mudah mendebat sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran atau keinginannya. Di sinilah sering terjadi konflik ketika ibu dan anak-anak sama-sama mempertahankan egonya.
3. Menghadapi masa pubertas
Saat anak-anak memasuki masa pubertas, ada beberapa perubahan secara fisik dan emosional. Perubahan ini sering menjadi permasalahan bagi anak dan orang tua karena ada perbedaan yang cukup signifikan. Banyak anak-anak yang memasuki usia pubertas mengalami bingung dan cemas. Ketika mereka tertutup kepada itu, masalah baru mungkin saja terjadi. Mereka berpotensi keluar dari pengawasan orang tua dan menjadi asing bagi keluarga.
4. Menemani anak menuju pernikahan
Ketika anak menjadi dewasa, tentu orang tua harus memperhatikan fase yang lebih besar selanjutnya, yaitu pernikahan. Peran ibu kembali diuji. Kecemasan sering muncul karena merasa harus ‘melepas’ anak untuk bersama orang lain. Beberapa orang tua merasa khawatir dengan calon pasangan anak. Sikap kehati-hatian pun kerap muncul dan justru berpeluang menjadi masalah bagi anak. Jika tidak segera diatasi tentu saja akan menjadi permasalahan besar yang akan menghambat masa depan mereka.
Tips Parenting Anak Dewasa
1. Jaga keseimbangan antara dukungan dan kebebasan
Semakin dewasa seorang anak, tentu pendiriannya pun akan semakin keras. Ibu yang bijak akan tahu waktu untuk membantu dan saat harus melepaskan. Tawarkan saran, tetapi biarkan anak dewasa belajar mengambil keputusan, bahkan jika itu berarti membuat kesalahan. Pada intinya, orang tua harus memberi kepercayaan dengan tetap memberi pengawasan kepada mereka.
2. Utamakan diskusi
Pola pikir anak yang sudah dewasa dipengaruhi oleh pengalaman mereka di dunia luar. Mungkin saja terjadi perbedaan dengan pengalaman orang tua. Diskusi adalah cara tepat untuk dapat memberikan arah yang benar dibanding dengan perintah atau larangan. Dengan cara mendengarkan dan memberi kesempatan anak-anak berbicara akan membuat mereka menjadi manusia dewasa seutuhnya.
3. Tunjukkan rasa percaya dan hargai privasi
Anak dewasa ingin dihargai sebagai individu yang mandiri. Walau sering merasa cemas, sebaiknya ibu menghindari kontrol yang terlalu ketat atau selalu ingin tahu tentang setiap detail hidup mereka. Beri rasa percaya dan menghargai privasi agar hubungan ibu dan anak tetap kuat walau mereka sudah dewasa.
4. Persiapkan mental saat anak menikah
Saat anak memutuskan untuk menikah, persiapkan diri untuk menghadapi berbagai emosi, mulai dari kebahagiaan hingga kekhawatiran. Ingatlah bahwa peran ibu adalah sebagai pendukung dan panutan. Berikan dukungan tanpa tekanan, dan usahakan untuk bersikap netral terhadap pilihan pasangan mereka. Ini adalah momen di mana ibu menjadi ‘teman’ yang bisa mereka andalkan tanpa merasa dihakimi atau diberi ekspektasi berlebihan. Tunjukkan kesiapan orang tua untuk menerima pasangan anak dengan hangat, sehingga mereka merasa nyaman untuk selalu pulang dan berbagi cerita.
5. Ajari nilai-nilai hidup yang akan menjadi bekal
Sebagai ibu, memberikan nilai-nilai yang bisa menjadi pegangan hidup adalah sebuah kewajiban. Ajarkan mereka untuk bertanggung jawab, empati, dan kejujuran. Ini akan menjadi bekal bagi anak-anak untuk menghadapi berbagai tantangan dalam hidup. Anak mungkin tidak selalu mendengarkan, tetapi nilai-nilai ini biasanya melekat dan akan muncul ketika mereka menghadapi tantangan.
Membersamai anak yang sudah beranjak dewasa memang banyak sekali dinamikanya. Kesiapan ibu untuk melepas anak-anak mengarungi kehidupan nyata akan turut membentuk pribadi mereka menjadi lebih baik. Memang tidak mudah, tetapi cinta ibu akan selalu ada untuk menemani anak-anak hingga mereka benar-benar mandiri dan menemukan kehidupan yang baru.
Ibu adalah sosok yang pertama kali memberikan edukasi tentang pubertas. Informasi yang benar harus dapat disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Sampaikan tentang perubahan fisik dan emosional yang anak-anak alami, sehingga mereka tidak merasa asing atau malu.
***Gambar dibuat dengan menggunakan aplikasi Bing Image Creator