Dukungan Orang Tua dalam Pendidikan Perubahan Iklim

Kamis, 13 Maret 2025

Akhir-akhir ini, banyak sekali bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Berita banjir dan longsor menjadi informasi yang mendominasi di berbagai media sosial. Prihatin untuk daerah yang tertimpa musibah. Namun, sadarkah jika semua bencana ini terjadi karena ulah manusia juga?


Dukungan Orang Tua dalam Pendidikan Perubahan Iklim

Perubahan iklim menjadi isu global yang memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan manusia. Ada banyak daerah yang rusak seperti pegunungan, kebun, sungai, laut dan bagian bumi lainnya akibat dari manusia yang kerap berbuat tidak adil kepada alam. Akibatnya, semua itu menimbulkan ketidakseimbangan yang berbahaya bagi manusia.


Inilah bukti bahwa perubahan iklim tidak bisa diabaikan begitu saja. Semua orang harus terlibat dalam perbaikan alam secara menyeluruh. Demikian pula dengan orang tua, perannya sangat besar dalam membangun kesadaran dan membentuk generasi yang peduli terhadap lingkungan.

 

Mengapa Orang Tua Harus Ikut Berperan dalam Pendidikan Perubahan Iklim?

 

Orang tua, khususnya ibu, akan menjadi pendamping utama dan pertama bagi anak-anak dalam proses belajar. Pendidikan yang berawal dari rumah akan dapat menanamkan nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan sejak dini. Dimulai dari hal kecil dan sederhana, anak-anak dapat terlibat dalam berbagai kegiatan untuk menjaga lingkungan sekitar.

 

Orang tua dan sekolah juga dapat menjadi partner dalam pendidikan perubahan iklim. Saat guru sudah memberikan materi tentang pentingnya menjaga bumi, maka rumah dapat menjadi tempat pertama kali bagi anak untuk mempraktikannya.

 

Sebelum orang tua mendampingi anak-anak belajar tentang perubahan iklim, tentu mereka harus memahaminya terlebih dahulu. Perubahan iklim tidak hanya berbicara tentang mencairnya es di kutub atau meningkatnya suhu bumi. Namun, ini juga berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Perubahan cuaca yang tidak menentu dan berdampak kepada kesehatan anak, harga pangan melonjak akibat gagal panen, dan tentu saja bencana alam yang semakin sering terjadi belakangan ini.

 

Langkah Konkret Orang Tua dalam Pendidikan Perubahan Iklim

 

Upaya orang tua dalam mendukung pendidikan perubahan iklim harus langsung dituangkan dalam langkah konkret. Bahkan, orang tua wajib menjadi teladan bagi anak-anak untuk menunjukkan kepedulian kepada alam. Hal apa saja yang harus dilakukan? Mari simak beberapa cara berikut ini.

 

1.    Mengenalkan konsep perubahan iklim dengan sederhana

Konsep peruabahan iklim sangat komplek jika harus disampaikan kepada anak-anak. Orang tua dapat mengenalkannya secara bertahap sesuai dengan tumbuh kembangnya. Berikan contoh konkret dan penjelasan dengan cara sederhana agar anak mudah memahaminya. Mulailah dari lingkungan terdekat seperti menunjukkan perubahan cuaca yang tidak menentu, mengenalkan ragam sampah atau mengajak anak menanam pohon di halaman rumah. Orang tua juga dapat menggunakan alat bantu berupa buku atau film dokumenter yang akan leih mudah diserap oleh anak.

 

2. Membangun kebiasaan ramah lingkungan di rumah

Kebiasaan yang baik dapat dimulai dari rumah. Orang tua dapat membangun kebiasaan-kebiasaan sederhana seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, menggunakan air dan listrik seperlunya, memilah sampah organik dan anorganik. Ajak anak untuk menggunakan transportasi ramah lingkungan, seperti berjalan kaki atau bersepeda untuk jarak dekat. Biasakan juga membawa botol minum dan tas belanja sendiri saat bepergian.

 

3. Menjadi teladan dalam gaya hidup berkelanjutan

Anak-anak akan cenderung mengikuti kebiasaan orang tuanya. Jika orang tuanya disiplin menerapkan gaya hidup raah lingkungan, anak pun akan menirunya. Contoh yang baik akan menghasilkan output yang baik pula. Jika pembiasaan sudah terbentuk dengan otomatis, anak akan terbiasa melakukan hal positif saat di luar rumah. Ini tentu akan menjadi salah satu bentuk kampanye positif dengan melakukan aksi nyata.

 

4. Menjadikan isu lingkungan sebagai bahan diskusi ringan

Isu lingkungan akan menjadi topic pembicaraan yang menarik saat kumpul dengan keluarga. Ajak anak-anak berbicara tentang keadaan lingkungan dengan cara yang menyenangkan. Obrolan juga dapat disertai dengan membuka buku atau memutar video sebagai bahan referensi yang dapat dipercaya. Komunkasi yang dibangun akan membantu anak memahami tentang pentingnya tanggung jawab bersama dalam menjaga lingkungan hidup.

 

5. Kolaborasi orang tua dan sekolah

Pendidikan tentang perubahan iklim ini akan berjalan dengan maksimal dengan dukungan dari berbagai pihak. Orang tua dapat berpartisipasi aktif dalam program lingkungan sekolah. Pihak sekolah pun dapat memberikan edukasi kepada orang tua tentang cara mendukung anak-anak dalam memahami perubahan iklim. Jika ada forum orang tua siswa, para pengurus dapat mengadakan kegiatan yang mendukung hidup keberlanjutan seperti workshop atau praktik baik tentang pengelolaan sampah.

 

Peran orang tua dalam mendukung pendidikan perubahan iklim sangat besar. Kebiasaan baik yang dimulai dari rumah akan dapat menjadi pondasi bagi anak untuk menciptakan generasi peduli lingkungan. Satu hal yang harus diingat, perubahan besar akan selalu dimulai dari langkah kecil. Mari kita mulai dari rumah dengan melakukan hal sederhana yang bisa menjaga bumi tetap lestari.

 


Menjaga Kesehatan dan Memulihkan Diri dari Penyakit Saat Ramadan

Senin, 10 Maret 2025

Bulan Ramadan yang dinantikan telah hadir. Semua umat muslim menyambut dan mempersiapkan diri agar dapat melewatinya dengan lancar. Namun, apa jadinya jika kondisi badan tidak fit karena ada penyakit yang belum pulih? Pastinya rasa khawatir akan singgah karena tidak dapat maksimal dalam menjalankan ibadah selama Ramadan.


Menjaga Kesehatan dan Memulihkan Diri dari Penyakit Saat Ramadan

Menjalankan ibadah puasa bagi orang yang sedang dalam masa pemulihan dari sakit akan menjadi tantangan tersendiri. Tubuh yang masih lemah memerlukan perhatian ekstra agar dapat tetap menjalankan ibadah puasa dengan nyaman tanpa memperburuk kondisi kesehatan.


Sebagai seorang ibu, menjaga kesehatan diri adalah hal yang sangat penting. Ada banyak tugas harian yang menanti sekaligus kita pun ingin menikmati masa ibadah di bulan suci ini. Bagaimanakah caranya? Mari simak ulasannya berikut ini.


1.    Tidak Memaksakan Diri

Seseorang harus mengenali batas kemampuan tubuh sendiri saat berada dalam masa pemulihan. Jika merasa belum kuat untuk berpuasa, sebaiknya tidak perlu memaksakan diri. Lakukan konsultasi dengan dokter tentang kegiatan berpuasa ini. Dokter pasti akan lebih tahu dan memberikan saran terbaik sesuai dengan kondisi tubuh. Ingat, Allah sudah memberi keringanan untuk memberikan izin tidak berpuasa bagi yang sakit dan menggantinya di lain waktu (qada).


2.    Memilih Makanan yang Bergizi Saat Sahur dan Buka

Asupan gizi yang tepat akan membantu proses pemulihan tubuh, apalagi di saat sedang berpuasa. Pastikan memilih makanan dan minuman yang tepat agar dapat memenuhi kebutuhan tubuh selama berpuasa. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pada saat memenuhi gizi tubuh selama bulan Ramadan.


Pada saat berbuka, utamakan untuk mengonsumsi makanan yang tinggi protein seperti ikan, ayam, dan telur. Pilih juga makanan karbohidrat yang kompleks seperti nasi merah atau oatmeal agar energi dapat bertahan lebih lama.

  • Pada saat berbuka, awali dengan makan kurma dan air putih. Selanjutnya dapat mengonsumsi makanan yang mudah dicerna sebelum makan besar seperti buah, sup atau kue.
  • Perbanyak makan buah dan sayur agar dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
  • Mengurangi makanan berminyak dan berlemak tinggi agar metabolism tubuh tidak bertambah rusak.


3.    Mencukupi Asupan Cairan

Air menjadi salah satu zat penting dalam tubuh. Selama berpuasa, kita akan kehilangan banyak cairan tubuh. Tentu saja, keadaan dehidrasi akan membuat kondisi kesehatan semakin buruk, terutama bagi yang sedang dalam masa pemulihan. Pastikan untuk minum air putih yang cukup agar cairan dalam tubuh dapat tetap terjaga.


4.    Cukup Istirahat

Tubuh memerlukan waktu untuk bisa pulih kembali. Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan agar tubuh dapat menuju kondisi sehat. Usahakan untuk tidur lebih awal dan megambil waktu istirahat di siang hari. Istiarahat tidak selalu tidur, luangkan waktu untuk duduk santai, membaca Alquran atau mendengarkan murotal agar pikiran dan tubuh menjadi rileks.


5.    Melakukan Aktivitas Tanpa Terburu-buru

Sebagai seorang ibu, rasanya sulit untuk benar-benar bias istirahat. Ada banyak pekerjaan rumah tangga yang harus dilakukan. Apalagi jika dia pun menjadi seorang pekerja. Namun, jangan terlalu memaksakan diri untuk melakukan semua pekerjaan. Cobalah untuk melakukan pekerjaan dengan bertahap. Ibu juga dapat meminta bantuan suami, anak-anak atau anggota keluarga lainnya jika memungkinkan. Fokus pada aktivitas yang tidak menguras energi terlalu banyak.


6.    Ingat Konsultasi dengan Dokter

Jika sedang dalam kondisi pemulihan, biasanya akan mengonsumsi obat-obatan. Pastikan untuk menyesuaikan jadwal minum obat dengan waktu sahur dan berbuka. Selalu konsultasikan dengan dokter mengenai kondisi kesehatan selama Ramadan agar tidak salah dalam mengambil keputusan, terutama jika masih dalam masa pemulihan dari penyakit tertentu.


7.    Tetap Fokus Beribadah

Walau dalam keadaan pemulihan, bulan Ramadan akan dapat tetap dijalani dengan penuh makna. Jika kondisinya belum memungkinkan untuk melakukan tarawih di masjid dapat dilakukan di rumah saja. Perbanyak zikir, doa, membaca Alquran dan ibadah lainnya agar tetap merasakan kedekatan dengan Allah tanpa khawatir dengan kondisi kesehatan yang belum pulih seutuhnya.


8.    Jaga Pikiran Tetap Positif

Proses pemulihan akan  membutuhkan waktu dan kesabaran. Tetap semangat dan tidak usah terlalu merasa sedih atau terbebani dengan kondisi yang ada. Ingat bahwa kesehatan adalah karunia dan nikmat dari Allah yang harus dijaga. Ramadan dapat tetap dijalani walau dengan kondisi yang berbeda. Fokus kepada kesembuhan dan tetap berpikir positif agar tubuh dapat semakin cepat pulih kembali.


Menjaga kesehatan selama Ramadan, terutama saat dalam masa pemulihan dari penyakit, membutuhkan perhatian ekstra. Dengan cara mengatur pola makan, mencukupi kebutuhan cairan, beristirahat yang cukup, serta tetap menjalankan ibadah sesuai kemampuan, ibu bisa tetap merasakan berkah Ramadan tanpa mengorbankan kesehatan. Semoga kita semua diberikan kesehatan dan kekuatan untuk menjalani bulan suci ini dengan penuh kebahagiaan.

7 Tips agar Ibu Tetap Produktif Selama Bulan Ramadan

Kamis, 06 Maret 2025

Bulan Ramadan sudah berlangsung selama beberapa hari. Aktivitas sebagai ibu rumah tangga pun tetap berjalan seperti biasa. Bahkan tak mustahil jika beberapa pekerjaan akan terasa lebih ekstra. Walau ibu menjalankan perannya dengan ikhlas, diperlukan strategi khusus agar tetap semangat saat menjalankan ibadah puasa. Ya, kan, Bu?

Manajemen Waktu agar Tetap Produktif Selama Bulan Ramadan

Bulan yang selalu dinantikan oleh umat muslim ini memiliki banyak sekali kebaikan dan keberkahan di dalamya. Tidak heran jika semua berlomba untuk meningkatkan ibadah selama bulan Ramadan. Demikian juga dengan para ibu yang berusaha tetap produktif selama bulan puasa untuk mendapatkan pahala dari berbagai sisi.


Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar tetap produktif selama bulan puasa. Namun, satu hal yang harus diperhatikan adalah mengenai manajemen waktu. Rutinitas harian akan ada perubahan dan penyesuaian, terutama saat buka, sahur, dan tarawih. Semua itu harus dikondisikan dengan baik oleh ibu sebagai tim manajemen dalam rumah tangga.


1. Susun Jadwal Harian yang Fleksibel

Pola aktivitas selama bulan Ramadan akan mengalami perubahan. Hal ini berkaitan dengan jadwal makan dan tidur yang bergeser. Oleh karena itu, harus dicari solusi yang dapat menyiasatinya. Ibu dapat membuat jadwal harian selama Ramadan yang realistis dan fleksibel. Ibu dapat memprioritaskan kegiatan penting seperti ibadah, pekerjaan rumah dan memperbanyak waktu untuk keluarga.


2. Utamakan Ibadah tanpa Mengabaikan Tanggung Jawab

Bulan Ramadan merupakan waktu terbaik untuk memperbanyak ibadah. Namun, ibu juga memiliki tanggung jawab terhadap keluarga. Kita dapat memasukan kegiatan ibadah dalam aktivitas harian agar keduanya dapat berjalan lancar, seperti:

  • Membaca Alquran setelah salat fardu.
  • Mendengarkan kajian atau murottal saat memasak.
  • Berzikir dan berdoa saat mengasuh anak atau waktu senggang.


3. Melakukan Efisiensi dalam Pekerjaan Rumah

Kegiatan efisiensi dapat dilakukan untuk mengatasi pekerjaan rumah tangga yang menyita waktu terlalu banyak. Selama bulan Ramadan, ibu juga harus dapat mengatur tenaga dengan baik. Melakukan pekerjaan terlalu lama akan menguras tenaga. Maka, ada beberapa cara yang dilakukan untuk melakukan efisiensi agar puasa tetap lancar, yaitu:

  • Rancang menu yang sederhana, praktis dan tetap memenuhi gizi semua anggota keluarga.
  • Masak dalam porsi lebih banyak untuk berbuka dan sahur agar tidak perlu memasak dua kali.
  • Gunakan alat bantu masak seperti rice cooker, slow cooker, atau air fryer untuk mempersingkat waktu memasak.
  • Libatkan anggota keluarga dalam pekerjaan rumah, seperti anak-anak membantu menyapu atau membereskan meja makan.


4. Temani Anak Bermain Tanpa Kehabisan Energi

Bagi ibu yang memiliki anak masih kecil, mengasuh di bulan Ramadan akan menjadi tantangan tersendiri. Ibu harus mencari ide kreatif agar tetap membuat anak-anak tenang dan bahagia tanpa menguras energi terlalu banyak. Misalnya:

  • Membaca buku cerita Islami.
  • Mengajak anak membuat prakarya bertema Ramadan.
  • Melakukan permainan ringan seperti puzzle atau menggambar.
  • Mengajarkan doa-doa pendek dan makna puasa secara sederhana.
  • Menggambar atau mewarnai.


5. Istirahat yang Cukup

Waktu tidur dan asupan makanan yang berkurang akan berpotensi membuat tubuh cepat letih. Hal ini akan mempengaruhi pula terhadap konsentrasi seseorang. Untuk itu, pastikan ibu memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat. Strategi yang dapat dilakukan yaitu:

  • Tidur lebih awal saat malam hari.
  • Manfaatkan waktu setelah salat subuh untuk istirahat sebentar.
  • Lakukan power nap (tidur siang singkat) sekitar 15-30 menit jika memungkinkan.

Satu hal yang harus ibu ingat, istirahat tidak harus selalu tidur. Menenangkan diri dengan berdiam pun akan menjadi salah satu bentuk istirahat. Apalagi jika dilakukan sambil berzikir, sudah pasti akan mendapatkan pahala tambahan.


6. Mengatur Pola Makan

Makanan menjadi salah satu faktor agar tubuh memiliki energi yang cukup. Dengan kondisi tubuh yang fit ibu dapat tetap produktif sepanjang hari. Cara terbaik untuk mendapatkan tubuh yang prima adalah dengan mengatur pola makan yang bergizi. Ibu dapat memanfaatkan cara berikut untuk mengatasinya:

  • Konsumsi makanan tinggi serat dan protein saat sahur. Hal ini akan membantu agar perut kenyang lebih lama.
  • Memastikan asupan air putih terpenuhi agar terhindar dari dehidrasi.
  • Hindari makanan berminyak dan terlalu manis agar tubuh tidak mudah lemas.


7. Tetap Bersikap Fleksibel dan Tidak Perfeksionis

Sikap perfeksionis akan cenderung membuat ibu lebih mudah stres. Ingatlah jika tidak semua hari akan berjalan sesuai dengan rencana. Bersikaplah santai dan fleksibel saat ada pekerjaan yang tertunda atau tidak maksimal. Ibu tidak boleh terlalu keras terhadap diri sendiri. Tetaplah fokus pada hal-hal penting agar dapat menikmati momen bulan Ramadan dengan penuh hikmah.


Perencanaan yang disusun dengan baik akan membantu ibu menjalankan ibadah puasa dengan tetap produktif. Hati yang tenang akan dapat dirasakan saat semua pekerjaan dilakukan dengan lebih tertata. Semoga Ramadan kali ini akan mendapat keberkahan ya, Bu.


***Gambar dibuat dengan menggunakan Bing Image Creator

Membangun Disiplin Anak dengan Pola Asuh yang Konsisten

Senin, 20 Januari 2025

Membangun Disiplin Anak dengan Pola Asuh yang Konsisten

Hai, Bu. Siapa yang setuju jika karakter anak dibentuk atas peran besar dari kedua orang tua?

Pada perkembangannya, kepribadian anak akan terus berkembang. Baik positif atau negatif, karakter akan menjadi pondasi bagi tumbuh kembang mereka. Hal ini dapat dibentuk melalui penerapan disiplin yang dilakukan sejak dini. 


Orang tua yang menerapkan pola parenting yang tepat dapat mengembangkan sikap disiplin anak dalam kegiatan sehari-hari. Dengan sikap disiplin, anak-anak akan mampu mengendalikan diri dan memahami aturan. Sikap ini tentu saja dapat menjadi modal penting saat mereka akan bersosialisasi di luar rumah.


Lain halnya dengan anak-anak yang tidak dibiasakan sikap disiplin sejak masih kecil. Mereka akan cenderung sulit memahami batasan aturan, kurang bertanggung jawab, dan berpotensi lebih besar memiliki masalah saat bersosialisasi di luar rumah. 


Apa Itu Disiplin dan Kapan Sebaiknya Dimulai?


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disiplin merupakan cara pendekatan yang mengikuti ketentuan yang pasti dan konsisten untuk memperoleh pengertian dasar yang menjadi sasaran studi. Pengertian ini tentu saja sejalan dengan konteks parenting yang dapat diartikan sebagai upaya mengarahkan sikap perilaku anak dengan cara yang positif dan konstruktif. 


Penerapan disiplin dapat dilakukan sejak dalam kandungan. Ibu dapat membiasakan pola makan dan istirahat yang teratur sehingga janin pun memiliki perlakuan yang sama. Demikian juga saat balita, ini adalah waktu yang tepat untuk memulainya dengan pembiasaan yang dilakukan dengan konsisten. Misalnya pembiasaan waktu minum susu, makan, mandi, gosok gigi, dan aktivitas lainnya. 


Walaupun belum dapat memahami dengan sepenuhnya, penerapan disiplin yang dilakukan dengan konsisten akan diingat oleh anak-anak. Bahkan, dengan disertai arahan yang tepat, pembiasaan ini tentu akan menumbuhkan karakter yang baik sejak dini. 


Mendisiplinkan dengan Kasih Sayang


Dalam penerapannya, masih banyak orang yang memiliki pemahaman keliru. Beberapa diantaranya masih beranggapan jika menerapkan disiplin itu harus dengan kekerasan. Padahal, ada satu hal penting yang wajib diingat oleh orang tua. Disiplin tidak membahas tentang hukuman melainkan mengenai pengajaran. Penerapan disiplin pun harus disesuaikan dengan tumbuh kembang anak secara bertahap.


Orang tua dapat mengajarkan hal-hal mendasar tanpa menimbulkan rasa takut yang berujung membuat ‘jarak’ dengan anak. Menerapkan disiplin dapat menggunakan bahasa yang santun, tegas, dan penuh kasih sayang, terutama saat menyampaikan batasan-batasan tentang sesuatu hal. Misalnya, ketika anak suka menggigit saat menyusui. Ibu dapat mengatakan,” Ade, kalau mau mimi enggak boleh digigit, ya.” Dengan cara demikian anak akan dapat memahami jika tindakannya tadi salah dan ajarkan pula cara memperbaikinya.


Kata-kata yang diberikan dengan lembut dan positif akan memberi dampak yang baik untuk jangka waktu panjang. Demikian juga dengan kata-kata yang kasar akan terekam lama dalam benak anak dan tentu saja akan berdampak buruk. Maka, pilihan terbaik sebagai orang tua adalah membiasakan berkata baik, benar, santun, dan penuh kasih sayang kepada anak. 


Baca juga: 5 Tips Mendampingi Anak di Era Digital


Tantangan dalam Menerapkan Disiplin


Setiap hal baik akan selalu disertai dengan tantangan, bukan begitu, Bu? Demikian pula halnya dengan penerapan disiplin. Akan ada beberapa tantangan yang harus dihadapi orang tua saat mengajarkan disiplin kepada anak-anak, terutama dari faktor eksternal. Misalnya saja ketidaksamaan persepsi dan penerapan disiplin antara ayah-ibu dengan kakek-nenek. 


Jika tidak ada komunikasi yang dilakukan sejak awal, hal ini akan menjadi masalah yang cukup pelik. Penerapan disiplin yang berbeda akan membuat anak bingung, tertekan, bahkan tidak mustahil menumbuhkan sikap negatif lainnya. Misal, anak akan mulai mencari sosok yang akan mendukung tindakannya yang kurang baik. 


Diskusi terbuka antar orang dewasa di rumah penting untuk dilakukan, terutama ayah dan ibu. Pastikan untuk menghasilkan satu suara yang sama agar dapat menerapkan aturan. Dalam pelaksanaannya pun, semua orang dewasa di rumah harus sama-sama konsisten agar perkembangan disiplin anak akan maksimal.


Memperbaiki Pola Disiplin yang Kurang Konsisten


Tidak ada orang tua yang sempurna. Ya, kan, Bu? Orang tua sering melakukan kesalahan dalam menerapkan pola asuh kepada anak. Demikian pula dengan penerapan disiplin. Saat merasa ada yang tidak tepat, mulailah dengan intropeksi diri. Orang tua harus sama-sama saling mengevaluasi dan memperbaiki. Susun kembali kesepakatan tentang pendekatan disiplin yang konsisten. 


Orang tua juga perlu menyampaikan kepada anak dengan cara yang baik. Jika memang ada yang perlu diperbaiki, bersikaplah terbuka dan meminta maaf kepada anak. Jelaskan alasan tentang perubahan pola asuh tersebut. Hal ini bukan hanya membangun hubungan yang positif. Namun, akan turut mengajarkan anak mengenai pentingnya sikap tanggung jawab dan rendah hati. 


Disiplin yang baik merupakan proses panjang dalam membangun kebiasaan positif. Penerapan pola pembiasaan yang menyenangkan akan membuat kenangan baik untuk anak. Kesabaran dan komunikasi yang baik adalah kunci utama untuk membantu anak tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, mandiri, dan penuh kasih sayang. 


Disiplin yang baik merupakan proses membangun kebiasaan positif dan menciptakan kenangan yang menyenangkan bagi anak. Komunikasi yang baik dan kesabaran akan menjadi pondasi penting bagi orang tua agar dapat membantu anak tumbuh menjadi individu yang mandiri, tangguh, bertanggung jawab, serta penuh kasih. Orang tua juga harus menyadari jika disiplin yang diajarkan saat ini adalah bekal untuk masa depan anak-anak. Jadi, mari mulai melakukannya dengan sepenuh hati dan kasih, Bu. 



***Gambar dibuat dengan menggunakan aplikasi Bing Image Creator


5 Tips Mendampingi Anak di Era Digital

Jumat, 29 November 2024

Sebagai ibu, saya sering merasa cemas melihat anak-anak sekarang hidup di dunia yang sangat berbeda dari masa kecil kita. Dulu, kita bermain di lapangan, bercanda bersama teman, dan berbagi nilai-nilai kebersamaan. Kini, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar, tenggelam dalam algoritma media sosial yang sering membuat mereka terasing dari dunia nyata.

5 Tips Mendampingi Anak di Era Digital


Mungkin sebagai orang tua, kita sering merasa ragu, “Apakah nilai-nilai yang saya ajarkan masih relevan?” Padahal, justru di tengah perubahan ini, kita perlu kembali ke akar budaya Nusantara. Nilai-nilai yang diajarkan oleh tokoh-tokoh bangsa, seperti Ki Hajar Dewantara, tentang gotong royong, cinta tanah air, dan penghormatan kepada orang tua, masih sangat relevan untuk membangun karakter anak-anak kita.


Lalu, apakah kita sebagai generasi ‘old’ terlalu lebay dalam menyikapinya?


Permasalahan Generasi Digital


Pertumbuhan anak-anak saat ini cenderung serba individualis. Hal ini jauh berbeda dengan suasana guyub yang kita kenal dulu. Media sosial dan algoritmanya kerap membentuk pola pikir yang lebih mengutamakan hiburan instan daripada pengalaman yang nyata. Akibatnya, banyak dari anak-anak kesulitan menemukan tujuan hidup, bahkan merasa terasing di dunia nyata.


Generasi digital tumbuh dengan cepat di era teknologi. Meskipun membawa banyak kemudahan dan hal positif lainnya, era ini juga menghadirkan berbagai tantangan yang cukup signifikan. Salah satu permasalahan utamanya adalah screen addiction atau kecanduan layar. Dampak yang paling besar adalah berkurangnya interaksi sosial secara langsung.


Kemampuan literasi di era digital ini pun mulai menurun. Generasi muda sering terjebak dalam menerima dan menyebarkan informasi yang salah. Ketidakcakapan ini dapat memengaruhi pola pikir mereka dalam mengambil keputusan. Tidak hanya itu, kesehatan mental juga menjadi perhatian, karena penggunaan media sosial yang berlebihan kerap memicu rasa cemas, depresi, kesepian, dan fear of missing out (FOMO).


Tips Mendampingi Anak di Era Digital


Untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan ini, penting bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mengenai etika bermedia. Penggunaan teknologi secara sehat akan membantu anak-anak mengenal pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia maya dan nyata.


  1. Bangun tradisi ngobrol tanpa gadget

Ajak anak-anak untuk berbincang bersama tanpa kehadiran gadget. Aktivitas ini dapat dilakukan saat makan bersama atau di saat sedang santai Buat sesi ngobrol yang membahas tentang hari mereka, pikiran, atau bahkan mimpi-mimpinya. Lakukan dengan konsisten tetapi santai sehingga akan menjadi sebuah kegiatan rutin keluarga.


  1. Mengenalkan budaya dan sejarah lokal

Nilai-nilai luhur dalam budaya Indonesia dan daerah dapat menjadi “penjaga” di antara gempuran pengaruh asing dari media sosial. Orang tua dapat mengajak anak menghadiri acara budaya atau mengenalkan cerita-cerita daerah. Ini akan membantu anak-anak menghargai kebersamaan dan cinta tanah air. Bahkan, orang tua juga dapat memasukan unsur budaya dalam percakapan sehari-hari, yaitu menggunakan bahasa daerah.


  1. Beri kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan diri

Dalam dunia digital, anak lebih sering menerima informasi daripada berpikir secara mandiri. Bantu mereka untuk mengenali suara hati sendiri dan memahami apa yang benar-benar diinginkan, tanpa harus terpengaruh tren atau apa yang viral. Selanjutnya, hal paling penting dari orang tua adalah memberikan ruang dan dukungan terhadap ekspresi anak. Berhentilah memberi komentar atau reaksi negatif lain yang dapat menciutkan jiwa anak.


  1. Dukung untuk bergabung dengan kegiatan komunitas dan sosial

Beri kesempatan kepada anak untuk masuk ke dalam komunitas dan mengikuti berbagai kegiatan sosial. Hal ini akan memberi stimulasi kesadaran bekerja sama dan empati. Kegiatan ini dapat memperkuat keterikatan mereka dengan lingkungan sekitar yang positif dan mengurangi rasa kesepian.


  1. Berikan teladan yang baik

Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua. Maka dari itu, ketika orang tua dapat menunjukkan rasa hormat, kebersamaan, dan sikap saling menghargai, mereka pun akan belajar dari contoh tersebut.


Selain mendampingi mereka, penting juga untuk mengajarkan bahwa media sosial bukanlah tempat untuk menyelesaikan permasalahan. Ajarkan mengenai keterbukaan sehingga anak-anak dapat berbicara dengan leluasa tentang perasaan dan pikirannya kepada orang tua. Anak-anak juga perlu belajar bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari jumlah “like” di media sosial, tetapi dari hubungan yang nyata dan saling peduli.


Namun, sebelum menjadi pendamping bagi anak-anak, alangkah lebih baik jika orang tua dapat terlebih dahulu untuk bijak menggunakan media sosial. Siap, Bu? Semangat!


***Gambar dibuat dengan menggunakan aplikasi Bing Image Creator


Peran Ibu dalam Parenting Anak Dewasa, Antara Dukungan dan Kemandirian

Selasa, 05 November 2024

Peran ibu itu sepanjang masa. Tidak ada istilah berhenti menjalankan kewajiban walau anak-anak sudah besar, bahkan saat mereka memasuki masa berumah tangga. Benar, kan, Bu?

Peran Ibu dalam Parenting Anak Dewasa, Antara Dukungan dan Kemandirian

Tugas mendampingi anak-anak tetap akan menjadi prioritas. Namun, pendekatan dan caranya harus dapat disesuaikan dengan perkembangan usia mereka. Waktu anak-anak masih kecil, ibu lebih banyak melayani secara langsung. Seiring berjalannya waktu, ibu akan mulai mengajarkan kemandirian. Hingga pada akhirnya, mereka akan tumbuh besar dengan pribadi yang penuh tanggung jawab. 


Ibu merupakan sosok yang paling dekat dengan anak-anak. Maka sudah seharusnya ibu mendengarkan, memberi ruang untuk anak mengeksplorasi dirinya, dan tetap siap memberi saran saat diperlukan. 


Tantangan dalam Parenting Anak Dewasa

Bertambah usia anak, maka strategi orang tua dalam mendampingi mereka pun harus disesuaikan. Apalagi ketika anak sudah beranjak dewasa. Mereka sudah memiliki pemahaman dan keinginan yang lebih luas serta beragam. Konflik kerap terjadi saat orang tua tidak dapat mengidentifikasi tantangan yang akan dihadapi saat anak beranjak dewasa.


1. Melepas keterikatan emosional 

Mendampingi mereka setiap saat, mulai dari dalam perut hingga dewasa tentu membuat ikatan emosi ibu dan anak sangatlah kuat. Namun, penting bagi ibu untuk memahami bahwa anak-anak juga butuh belajar menghadapi hidup dengan cara mereka sendiri. Anak yang terlalu dikekang justru akan menunjukkan ketidakmandirian hingga dewasa. Jika ini dibiarkan, tentu akan memberi dampak tidak baik karena mereka tidak akan memiliki rasa tanggung jawab sehingga akan terus bergantung kepada orang tua.


2. Komunikasi yang dewasa  

Cara berkomunikasi dengan anak dewasa tentunya berbeda dengan saat mereka masih kecil. Dulu ibu sering memberi larangan, perintah, dan mengontrol semua kegiatan anak. Saat mereka dewasa, cara itu sudah tidak relevan lagi. Mereka akan lebih mudah mendebat sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran atau keinginannya. Di sinilah sering terjadi konflik ketika ibu dan anak-anak sama-sama mempertahankan egonya.


3. Menghadapi masa pubertas

Saat anak-anak memasuki masa pubertas, ada beberapa perubahan secara fisik dan emosional. Perubahan ini sering menjadi permasalahan bagi anak dan orang tua karena ada perbedaan yang cukup signifikan. Banyak anak-anak yang memasuki usia pubertas mengalami bingung dan cemas. Ketika mereka tertutup kepada itu, masalah baru mungkin saja terjadi. Mereka berpotensi keluar dari pengawasan orang tua dan menjadi asing bagi keluarga.


4. Menemani anak menuju pernikahan  

Ketika anak menjadi dewasa, tentu orang tua harus memperhatikan fase yang lebih besar selanjutnya, yaitu pernikahan. Peran ibu kembali diuji. Kecemasan sering muncul karena merasa harus ‘melepas’ anak untuk bersama orang lain. Beberapa orang tua merasa khawatir dengan calon pasangan anak. Sikap kehati-hatian pun kerap muncul dan justru berpeluang menjadi masalah bagi anak. Jika tidak segera diatasi tentu saja akan menjadi permasalahan besar yang akan menghambat masa depan mereka.


Tips Parenting Anak Dewasa


1. Jaga keseimbangan antara dukungan dan kebebasan

Semakin dewasa seorang anak, tentu pendiriannya pun akan semakin keras. Ibu yang bijak akan tahu waktu untuk membantu dan saat harus melepaskan. Tawarkan saran, tetapi biarkan anak dewasa belajar mengambil keputusan, bahkan jika itu berarti membuat kesalahan. Pada intinya, orang tua harus memberi kepercayaan dengan tetap memberi pengawasan kepada mereka.


2. Utamakan diskusi 

Pola pikir anak yang sudah dewasa dipengaruhi oleh pengalaman mereka di dunia luar. Mungkin saja terjadi perbedaan dengan pengalaman orang tua. Diskusi adalah cara tepat untuk dapat memberikan arah yang benar dibanding dengan perintah atau larangan. Dengan cara mendengarkan dan memberi kesempatan anak-anak berbicara akan membuat mereka menjadi manusia dewasa seutuhnya.


3. Tunjukkan rasa percaya dan hargai privasi

Anak dewasa ingin dihargai sebagai individu yang mandiri. Walau sering merasa cemas, sebaiknya ibu menghindari kontrol yang terlalu ketat atau selalu ingin tahu tentang setiap detail hidup mereka. Beri rasa percaya dan menghargai privasi agar hubungan ibu dan anak tetap kuat walau mereka sudah dewasa.


4. Persiapkan mental saat anak menikah 

Saat anak memutuskan untuk menikah, persiapkan diri untuk menghadapi berbagai emosi, mulai dari kebahagiaan hingga kekhawatiran. Ingatlah bahwa peran ibu adalah sebagai pendukung dan panutan. Berikan dukungan tanpa tekanan, dan usahakan untuk bersikap netral terhadap pilihan pasangan mereka. Ini adalah momen di mana ibu menjadi ‘teman’ yang bisa mereka andalkan tanpa merasa dihakimi atau diberi ekspektasi berlebihan. Tunjukkan kesiapan orang tua untuk menerima pasangan anak dengan hangat, sehingga mereka merasa nyaman untuk selalu pulang dan berbagi cerita.


5. Ajari nilai-nilai hidup yang akan menjadi bekal 

Sebagai ibu, memberikan nilai-nilai yang bisa menjadi pegangan hidup adalah sebuah kewajiban. Ajarkan mereka untuk bertanggung jawab, empati, dan kejujuran. Ini akan menjadi bekal bagi anak-anak untuk menghadapi berbagai tantangan dalam hidup. Anak mungkin tidak selalu mendengarkan, tetapi nilai-nilai ini biasanya melekat dan akan muncul ketika mereka menghadapi tantangan.


Membersamai anak yang sudah beranjak dewasa memang banyak sekali dinamikanya. Kesiapan ibu untuk melepas anak-anak mengarungi kehidupan nyata akan turut membentuk pribadi mereka menjadi lebih baik. Memang tidak mudah, tetapi cinta ibu akan selalu ada untuk menemani anak-anak hingga mereka benar-benar mandiri dan menemukan kehidupan yang baru. 


Ibu adalah sosok yang pertama kali memberikan edukasi tentang pubertas. Informasi yang benar harus dapat disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Sampaikan tentang perubahan fisik dan emosional yang anak-anak alami, sehingga mereka tidak merasa asing atau malu.


***Gambar dibuat dengan menggunakan aplikasi Bing Image Creator